Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Mitra Kawula Nusantara (MKN) Mendesak Pemerintah Kabupaten Jember dan DPRD Jember untuk segera menyusun dan mengesahkan PERDA Perlindungan lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang berpedoman pada luasan lahan LP2B sesuai Perda Nomor 1 tahun 2015. Hal ini berdasarkan analisis MKN, luas LP2B di Jember terus mengalami penyusutan signifikan hingga mencapai puluhan ribu hektare.
Dalam siaran pers tertanggal 19 Juni 2025, MKN menyatakan bahwa berdasarkan Perda Nomor 1 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), seharusnya terdapat setidaknya 101.603 hektare LP2B yang terdiri dari lahan basah dan lahan kering. Namun, data terbaru menunjukkan adanya penurunan drastis.
MKN mengungkapkan bahwa SK Bupati Jember No. 188.45/313/11.2/2024 mencatat luas LP2B hanya sekitar 86.358,78 hektare, jauh di bawah yang seharusnya.
“Kabupaten Jember telah kehilangan sekitar 15.244 sampai dengan 33.276,22 hektare LP2B, dan Pemerintah kabupaten Jember belum pernah secara terbuka menjelaskan apa sebab ada lahan LP2B di wilayah kecamatan itu berkurang ataupun bertambah,” ujar Deviana Rizka, Ketua Divisi Advokasi dan Kebijakan Publik MKN, dalam keterangannya, Kamis (19/06).
Dampak Serius Alih Fungsi Lahan
MKN menekankan bahwa alih fungsi LP2B dapat berdampak langsung pada pemiskinan struktural petani dan buruh tani.
“Jika 1 (satu) hektar lahan pertanian menyerap kurang lebih 20 tenaga kerja, artinya sesuai data yang kami peroleh dari persandingan SK Bupati Jember 188.45/472/1.12/2022 dan SK Bupati Jember 188.45/313/11.2/2024 terdapat peengurangan lahan LP2B seluas 4025,79 Ha, jika lahan seluas tersebut dialih fungsikan pada sektor non pertanian maka akan berpotensi memiskinkan 80.515 orang buruh tani, dan jika kita asumsikan 1 buruh tani memiliki 3(tiga) anggota keluarga maka akan ada 241.547 warga jember mengalami pemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten jember, namun data ini akan terus kami dalami,” kata Moch. Sofyan S, Sekretaris MKN.
Efek domino dari penyempitan lahan pertanian ini mencakup ketidakmampuan masyarakat tani dalam memenuhi kebutuhan dasar seperti pendidikan, kesehatan, hingga pangan.
Dasar Hukum Larangan Alih Fungsi LP2B
MKN merujuk pada UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, khususnya Pasal 44 Ayat 1 yang menyatakan bahwa LP2B tidak boleh dialihfungsikan. Pelanggaran atas aturan ini bahkan bisa dijerat pidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar untuk individu, serta hingga Rp7 miliar bagi korporasi. Terlebih dalam penjelasan UU No.41 Tahun 2009 alih fungsi LP2B boleh dilakukan hanya untuk pembuatan jalan umum, waduk, bendungan, irigasi, saluran air minum atau air bersih, drainase dan sanitasi, bangunan pengairan, pelabuhan, bandar udara, stasiun dan jalan kereta api, terminal, fasilitas keselamatan umum, cagar alam, serta pembangkit dan jaringan listrik.
Selain itu, larangan tersebut diperkuat dengan Keputusan Menteri Pertanian No. B-193/SR.020/M/05/2023 tentang larangan alih fungsi lahan pertanian ke sektor non-pertanian.
Desakan kepada Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum
Berangkat dari temuan itu, MKN menyampaikan lima tuntutan kepada pemerintah dan pihak berwenang:
- Menghentikan dan mencabut segala Jenis Perijinan Alih Fungsi LP2B yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009.
- Mendesak Pemerintah Kabupaten Jember dan DPRD Jember untuk segera menyusun dan mengesahkan PERDA Perlindungan lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang berpedoman pada luasan lahan LP2B sesuai Perda Nomor 1 tahun 2015.
- Mendesak Pemerintah Kabupaten Jember bersikap Transparan terhadap Pemanfaatan LP2B di kabupaten Jember
- Mendesak Kepolisian Republik Indonesia untuk melakukan upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran atas Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 di Kabupaten Jember.
- Mengajak semua elemen masyarakat Jember untuk ikut mengawasi pemanfaatan LP2B di kabupaten Jember sesuai amanat Undang-Undang 41 Tahun 2009.
Dalam rilisnya, MKN juga memaparkan perbandingan antara dua SK Bupati terkait luasan LP2B yang menunjukkan inkonsistensi. Di sejumlah kecamatan, terjadi pengurangan luas lahan secara mencolok. Misalnya:
Data Ketidaksesuaian Luas LP2B

- Kecamatan Kaliwates menyusut dari 321,45 Ha menjadi hanya 43,71 Ha atau kehilangan 277,74 Ha
- Kecamatan Patrang dari 784,14 Ha menjadi 472,17 Ha. Atau kehilangan lahan seluas 311,97 Ha
- Kecamatan Sumbersari dari 938,79 Ha menjadi 329,55 Ha atau Kehilangan 609,24 Ha
Hanya beberapa kecamatan seperti Silo, Sukowono, dan Sumberjambe yang menunjukkan peningkatan luasan LP2B.
Namun hingga kini, belum ada klarifikasi resmi dari pemerintah daerah mengenai perubahan data tersebut “Terkait perbahan data sejak terbitnya perda nomor 1 tahun 2015 tentang RTRW Kabupaten Jember sampai terbitnya SK Bupati Jember 188.45/313/11.2/2024 Kami sudah layangkan 2(dua) kali Surat kepada dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura serta Dinas Perumahan Rakyat dan kawasan pemukiman namun belum ada respon dan tentu Sebagai bagian dari masyarakat Jember, kami berkomitmen mendorong terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (Good and Clean Governance),” tegas Devina dalam pernyataan penutupnya.(tim)
Leave a comment